Sunday, August 12, 2007


Jangan mencap miring anak punk, kalo belon dekat. Mereka emang cuek, tapi juga tau diri. Kenapa mesti berpakaian lusuh?

“Awas anak punk!” Peringatan kayak gitu masih sering terdengar begitu melihat segerombolan anak punk di jalan. Maklum, penampilan anak punk emang bikin “keder” banyak orang. Jaket lusuh yang dipenuhi emblem, sepatu boots Doc Mart, celana panjang ketat, spike (gelang berjeruji) di tangan, rambut tajamnya yang bergaya mohawk (mohak) bikin punkers terkesan garang.

Bukan hanya penampilan yang membuat imej punk jadi “lain” dari komunitas remaja kebanyakan, tapi juga tingkah mereka. Bergerombol di jalan, kadang sampe pagi, dan kadang suka terlibat tawuran. Maka, kompletlah punk kena cap sebagai komunitas yang bermasalah. Padahal, apa sebenernya anak punk kayak gitu? Tukang bikin rusuh?

“Salah banget kali, orang-orang ngelihat kita kayak sampah masyarakat. Mereka yang mikir begitu, sebenarnya nggak tau apa-apa tentang kita,” kata Oscar, salah satu anak punk Jakarta Timur (Sorry, musti pake’ nama samaran).

Menurut Oscar, penampilan punk yang lusuh bukan berarti kelakuan mereka juga minus. Apalagi penampilan kayak gitu udah menjadi cirri khas punk. Mungkin kelihatan lusuh, dekil, kayak orang aneh, tapi kita nggak pernah ngelakuin tidak criminal kayak maling. “Kalo ada anak punk yang malak, dia nggak ngerti arti punk sebenarnya. Mungkin cuma dandanan luar doang yang punk, dalemnya nggak tau apa-apa,” tambah cowok berusia 16 tahun ini serius.

Tapi nggak bisa dipungkiri, penampilan, penampilan punk yang sering kelihatan lusuh nggak terlepas dari sejarah kelahiran punk itu sendiri. Menurut Oscar, punk lahir di jalanan, dari orang-orang yang tertindas kayak gembel, buruh dan gelandangan yang benci sama kapitalis di Eropa. Mereka benci ama orang kaya yang serakah dan penindas orang miskin.

“Mereka akhirnya terbuang, sampe terus bikin komunitas sendiri. Tapi, kalo lantas dianggap kriminal, ya salah. Punk malah punya jiwa sosial dan solidaritas yang tinggi, terutama buat kelompoknya. Mereka juga memihak rakyat kecil,” jelas Oscar panjang lebar.

BANYAK ALIRAN

Penampilan seperti itu, juga diikutin abis ama anak punk di Indonesia. Tapi, bukan karena semata karena penampilan yang bikin banyak remaja tertarik masuk kedalam komunitas punk, melainkan karena motto anak punk itu sendiri. Equality (persamaan hak) misalnya, termasuk yang bikin banyak remaja jatuh hati.

“Tadinya aku juga nggak suka ama anak punk, tapi begitu aku coba gaul ama mereka, aku jadi tertarik. Mereka mementingkan kebersamaan dalam segala hal, prinsip itu yang nggak aku temuin di komunitas lain,” cerita Ricky (bukan nama sebenarnya) yang udah jadi anak punk sejak duduk di kelas I SMP.

Ricky makin jatuh hati ketika ia merasa cocok ama musik khas anak punkyang underground. Udah gitu lewat jalur indie label, cowok yang duduk di kelas II SMP ini merasa bebas berkreasi .Nggak bakal kena pengaruh ama perusahaan rekaman yang cenderung komersil. Pokoknya ia merasa bebas.

Tapi, diakui Ricky, begitu gabung ama komunitas punk, gaya hidupnya berubah berubah. Dandanan udah pasti. Selain itu, ia jarang di rumah. Biasanya nongkrong ama sesama anak punk. Kadang sampe pagi, terutama kalo hari libur. Pas nongkrong, biasanya mereka ngobrol dan berdiskusi tentang musik atau komunitas punk. Nggak jarang, mereka sering bertandang ke komunitas punk di tempat lain.

“Itu jadi semacam ‘kegiatan’ wajib. Selain bisa tau info baru tentang punk, kita juga bisa nambah temen baru,” tukas Ricky

Kegiatan lain, apalagi kalo bukan festival band underground yang biasanya digelar tiap Minggu. Gedung Olah Raga (GOR) biasanya paling sering dipakai buat acara mereka₪ Akibatnya, ada yang menganggap anak punk identik ama GOR. Di Jakarta ada di Bulungan, Youth Centre, dan Planet Senen. Termasuk GOR di Bekasi dan GOR Saparua di Bandung. Asal tau aja GOR dipilih bukan karena mereka nggak mampu menyewa tempat yang lebih mahal buat konser.

“Kalo kita mau, kita bisa kok bikin acara di kafe. Persoalannya, cuma di GOR kita bisa bebas dan imejnya nggak komersil,” tambah Ricky.

MEMILIH GEMBEL

Maklum aja kalo mereka ogah main di kafe yang serba glamor. Karena, hampir sama dengan punk di nagri, punk di Indonesia juga antikomersil, antikapitalis, dan anti keglamoran. Meski begitu, bukan berarti anak punk miskin semua. Banyak kok anak punk yang berasal dari rumah gedongan Tapi kesehariannya, mereka tetap berpenampilan lusuh.

“Banyak anak punk yang kelihatan di konser – konser itu, sebenernya anak orang kaya, lho! Rumahnya gedongan. Tapi, mereka melepas semua itu dengan pake kostum gembel yang tak terawat, supaya jadi punk. Mereka malah malu kalo kelihatan gaya,” cerocos Oscar.

Bukti lain kalo anak punk cukup berduit, dengan seringnya bikin konser. Nah, segala biaya itu ditanggung ama mereka sendiri. Misalnya geng A bikin acara, semua anggotanya patungan. Mulai dari sewa gedung, bikin leaflet, sampe sewa alat segala. Udah gitu, yang nonton juga dikutip bayaran, biasanya sekitar 10 ribu perak. Ini kebersamaan juga, kita menghargai yang bikin acara, mereka juga ngelakuin yang sama. Jadi anak punk itu hobinya bukan gratisan!” tambah Ricky.

Nah, kebersamaan seperti itulah yang bikin anak punk tetap kompak. Emang sih kadang ada yang suka “bandel”. Misalnya, ada yang suka bikin keributan dan membenci kelompok tertentu. Kalo udah gini, kamu nggak bisa mengartikan anak punk semuanya kayak gitu. Karena di dalam punk itu sendiri, banyak alirannya. Bukan cuma musiknya, tapi juga ciri khas lain. Misalnya punk street dan punk rock yang hobinya nongkrong di jalanan.

POLITIK DAN GAYA

Ada juga kelompok lain yang sodaraan ama punk, yaitu skinheads. Aliran yang “berkiblat” ama Nazi ini konon lebih brutal dan rasis (benci ama kelompok tertentu) disbanding punk lainnya. Di negara asalnya, kelompok yang biasanya disebut skinheads Nazi ini memang sangat berbahaya. Tapi di Indonesia, cenderung nggak rasis. Bahkan penampilannya lebih gaya ketimbang di nagri. Kelompok yang lahir dari kaum pekerja itu masih banyak yang antiras.

Ada juga yang namanya skinheads politik. Kelompok ini menurut Ricky lebih banyak terlibat ama dunia politik di Indonesia, bahkan sering ikut aksi ama PRD. Maklum karena mereka punya prinsip yang sama di bidang politik. “Mereka ikut karena paham masa depannya sejalan dengan PRD,” tambah Ricky.

Yang menarik, ada kelompok yang menamakan dirinya straight edge. Bukan seperti punk yang lainnya, komunitas ini punya sikap yang lumayan “bersih” disbanding punk lain. Misalnya, mereka antirokok, anti-seks bebas, dan vegetarian. “Tapi disini nggak banyak,” kata Ricky.

Menurut Ricky, kalo nongkrong, nggak semua anak punk suka nge-drugs. “Tapi aku akuin, ada yang suka minum – minum. Tapi, kalo yang namanya junkies tinggalin deh! Anak punk udah nggak setuju ama yang namanya junkies,” tambah Oscar.

Uniknya, meski mereka setia ama prinsip dan aturan dalam komunitas, hampir dipastikan anak punk nmggak punya tokoh yang patut dijadikan panutan. Boleh jadi karena kebersamaan. Jadi kalo pun dianggap idola biasanya mereka menyebut Hitler. Tapi kebanyakan lebih suka menyebut nama band kayak Sex Pistols dan The Bussiness. Itu pun mereka kagum karena aliran musiknya yang menurut mereka keren punya.

“Namanya equality, jadi semuanya sama. Nggak pake pimpinan segala,” jelas Ricky.


source from my brain and berbagai sumber


Labels:


Read more!  
posted by Fredy at 6:54 PM 16 comments